Rubrikasi

Informasi

Ikuti Kami

Kamboja di Balik Bayang-Bayang Kejahatan Global: Kronik Kasus Dewi Astutik

A. BISRI MUNIRI
Bagikan:
dewi astutik, kamboja, bandar narkoba,
Dok. Istimewa.

Ringkasan Penting

  • Kamboja jadi pusat aktivitas kriminal akibat pengawasan dan hukum yang lemah.
  • Sindikat internasional tumbuh subur, dari scam hingga narkoba.
  • Kasus Dewi Astutik menunjukkan celah hukum yang dimanfaatkan bandar lintas negara.

Resolusi.co, Di pesisir Sihanoukville, lampu kasino menyala tanpa henti. Gedung-gedung tinggi berdiri seperti benteng, dijaga ketat petugas bersenjata dan kamera yang terus berputar. Kota pelabuhan yang dulu lengang itu kini berubah menjadi pusat aktivitas gelap Asia Tenggara.

Markas scammer, persembunyian buron internasional, dan jalur transit narkoba dari Golden Triangle. Di sinilah banyak jaringan kriminal tumbuh—sebagian bahkan lebih terorganisasi dibanding aparat penegaknya.

Pemerintah Kamboja membuka pintu lebar-lebar bagi investor asing, tetapi gagal menutup celah hukumnya. Korupsi merayap dari kantor imigrasi hingga aparat kota. Kompleks-kompleks tertutup di Sihanoukville menjelma “negara dalam negara”.

Kota yang Tidak Pernah Tidur

Tempat ribuan pekerja asing dipaksa kerja scam dan berbagai transaksi ilegal berlangsung tanpa gangguan. Pelabuhan yang longgar dan perbatasan yang poros menjadikan negeri itu surga bagi penyelundup.

Dua dekade terakhir, Kamboja perlahan meninggalkan citra wisata murah dan warisan Khmer. Ledakan bisnis kasino, maraknya platform daring gelap, dan masuknya investor asing tanpa pengawasan menjadikan negara itu pusat aktivitas kriminal di Asia Tenggara. Scam, narkotika, perdagangan manusia, hingga perjudian ilegal tumbuh subur di dalamnya.

Benang Merah ke Kasus Dewi Astutik

Dalam lanskap gelap tersebut, kasus Dewi Astutik menemukan relevansi. Perempuan asal Indonesia itu diduga mengatur peredaran narkoba dari luar negeri dan memanfaatkan celah hukum di beberapa negara Asia Tenggara. Kamboja menjadi salah satu titik yang kerap disebut dalam pola operasi serupa, meski tidak selalu muncul dalam pemberitaan.

Di tengah gurita kriminal itu, nama Dewi Astutik muncul. Mantan guru bahasa yang bermetamorfosis menjadi penerjemah scam di Kamboja. Dari pekerjaannya itulah Dewi berkenalan dengan DON, warga asing yang disebut penyidik BNN sebagai pemasok utama jaringan narkoba di kawasan.

Pertemuan keduanya memicu rangkaian operasi sabu bernilai miliaran rupiah, sebagian besar diatur dari Kamboja—negara yang menyediakan ruang aman untuk bersembunyi dan identitas ganda untuk bertahan.

Dewi berpindah-pindah dari Phnom Penh ke Sihanoukville, memanfaatkan kelonggaran imigrasi dan perlindungan kompleks untuk menyamarkan jejak. Namanya baru kembali mencuat setelah operasi gabungan BNN dan BAIS TNI menangkapnya dalam penggerebekan senyap.

Di Antara Tuntutan dan Bayang-Bayang

Tekanan internasional kini meminta Kamboja memperketat hukum dan membuka diri dalam kerja sama penegakan hukum. Namun selama keuntungan mengalir deras, negeri itu tetap menjadi magnet bagi para pelaku bayangan. Di tengah pusaran ini, kisah Dewi Astutik mengingatkan bahwa kejahatan modern tidak mengenal batas negara—hanya batas keberanian.

Penangkapan itu membuka gambaran lebih besar: Kamboja bukan sekadar lokasi pelarian, melainkan simpul aktif dalam arsitektur kejahatan internasional yang membentang dari Myanmar, Thailand, hingga Indonesia.

Selama negara itu masih bergantung pada ekonomi kasino dan investasi gelap, Sihanoukville dan kota-kota sekitarnya akan tetap menjadi panggung subur bagi mafia lintas negara. Dan seperti kasus Dewi Astutik, Indonesia belum tentu melihat penangkapan serupa sebagai yang terakhir.

📰

Jangan Lewatkan Update Terbaru!

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel