KPK Ungkap Alasan Belum Tetapkan Tersangka Kasus Kuota Haji Meski Kerugian Negara Rp1 Triliun

Ringkasan Penting
- KPK belum tetapkan tersangka karena bukti belum cukup kuat, tim penyidik masih berkomunikasi intens dengan BPK untuk perhitungan kerugian negara, wajib ada hitungan kerugian karena akan dijerat Pasal 2 dan 3.
- Kasus berawal dari pembagian kuota haji tambahan 20.000 yang menyimpang, seharusnya 92% reguler dan 8% khusus sesuai UU, tapi berubah jadi 50-50 lewat SK Menag Nomor 130/2024 yang diteken Yaqut.
- Yaqut diperiksa 3 kali sejak Agustus 2025, dicekal ke luar negeri, KPK periksa 350+ PIHK, kerugian negara Rp1 triliun lebih, kuota haji khusus dijual Rp300 juta hingga haji furoda Rp1 miliar.
, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan penjelasan mengapa belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji periode 2023-2024, meskipun penyidikan telah berjalan berbulan-bulan.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama penundaan penetapan tersangka adalah alat bukti yang belum cukup kuat.
Namun, ia menegaskan bahwa lembaga antirasuah akan segera menetapkan tersangka dalam waktu dekat.
“Mudah-mudahan untuk perkara penyelidikan kasus kuota haji akan segera kita tetapkan tersangkanya. Jadi, teman-teman penyidik masih berkomunikasi intens dengan BPK. Kenapa? Karena memang kita akan sangkakan Pasal 2, Pasal 3 yang mewajibkan ada perhitungan kerugian negara,” kata Fitroh dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Selasa (23/12/2025).
Fitroh menjelaskan bahwa tim penyidik KPK saat ini masih mengumpulkan barang bukti secara menyeluruh dan tidak ingin terburu-buru dalam menetapkan tersangka.
Ia menekankan bahwa penetapan tersangka berkaitan erat dengan hak asasi manusia seseorang, sehingga harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan akurat.
“Jadi lambat sedikit tapi harus pasti, jangan cepat kemudian nanti lewat. Ini juga menyangkut asasi manusia juga. Tapi KPK concern dulu itu dan pasti akan menyelesaikannya,” ujar Fitroh.
Kunci utama penundaan penetapan tersangka adalah proses perhitungan kerugian negara yang masih dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Karena KPK akan menjerat pelaku dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diperlukan perhitungan kerugian negara yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Proses penghitungan kerugian negara ini menjadi tahapan krusial yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka dapat dilakukan.
Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan pembagian kuota haji pada era Presiden Joko Widodo. Pada 2023, Jokowi bertemu dengan pemerintah Arab Saudi untuk memperoleh tambahan kuota haji bagi Indonesia.
Hasilnya, pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan 20.000 kuota haji untuk Indonesia guna memangkas panjangnya antrean ibadah haji reguler di Tanah Air.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya adalah 92 persen untuk kuota haji reguler dan 8 persen untuk kuota haji khusus.
Namun KPK menduga sejumlah asosiasi dan travel yang mengetahui informasi tentang kuota tambahan ini menghubungi pejabat Kementerian Agama untuk mengatur pembagian kuota demi keuntungan mereka.
Akibatnya, pembagian kuota berubah drastis menjadi 50 persen untuk kuota haji reguler dan 50 persen untuk kuota haji khusus. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas pada 15 Januari 2024.
Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji. Pemeriksaan meliputi proses pembagian kuota dan aliran dana yang terjadi.
Setelah melakukan serangkaian penyelidikan intensif, KPK menaikkan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025.
Lembaga antirasuah mengendus adanya praktik jual-beli kuota haji di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta per seat, sementara kuota haji furoda mencapai harga fantastis hingga Rp1 miliar per seat.
KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap lebih dari 350 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) sebagai bagian dari penyelidikan komprehensif kasus ini.
Dalam perkembangan terbaru, penyidik lembaga antirasuah telah memeriksa Yaqut untuk ketiga kalinya pada 16 Desember 2025. Pemeriksaan berlangsung selama 8 jam di Gedung Merah Putih KPK.
Dalam pemeriksaan terakhir ini, Yaqut dimintai keterangan khusus terkait perhitungan kerugian negara yang menjadi kunci penetapan tersangka.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Selain memeriksa Yaqut, KPK juga telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025. Mereka adalah Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex (mantan staf khusus Menag), dan Fuad Hasan Masyhur (pemilik Maktour Travel).
Pencekalan dilakukan selama 6 bulan untuk memudahkan proses penyidikan dan memastikan mereka tersedia jika sewaktu-waktu tim penyidik memerlukan keterangan tambahan.
Jangan Lewatkan Update Terbaru!
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel