Kiai Said Aqil Usulkan Pengembalian Konsesi Tambang PBNU ke Negara untuk Akhiri Konflik

Ringkasan Penting
- Mantan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj usulkan PBNU kembalikan konsesi tambang ke negara karena picu konflik internal dan kegaduhan di ruang publik, manfaat tidak sebanding dengan potensi kerugian bagi organisasi.
- Kiai Said tegaskan kejayaan NU tidak bergantung pada pengelolaan tambang, keberkahan NU datang dari ilmu dan ketulusan para ulama, organisasi tetap bisa berjaya tanpa mengelola sektor pertambangan.
- Anggota DPR Said Abdullah nilai tambang batubara terlalu kecil derajatnya untuk jadi sumber perpecahan, minta kiai sepuh jadi jembatan islah karena konflik merusak NU sebagai jangkar utama kekuatan Islam Indonesia bersama Muhammadiyah.
, JAKARTA – Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj menyarankan agar organisasi mengembalikan konsesi tambang yang diterima dari pemerintah. Usulan ini disampaikan sebagai respons terhadap konflik internal yang melanda PBNU dalam beberapa bulan terakhir.
Kiai Said menilai bahwa konsesi pertambangan yang awalnya dianggap sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap kontribusi NU, kini justru menjadi sumber perpecahan di tubuh organisasi. Dinamika yang berkembang menunjukkan dampak negatif yang tidak seimbang dengan manfaat yang diharapkan.
Menurutnya, pada awal munculnya kebijakan tersebut, konsesi tambang dipandang sebagai wujud kepercayaan dan penghargaan pemerintah terhadap kontribusi NU selama ini. Peluang tersebut dinilai mampu memperkuat kemandirian ekonomi organisasi apabila dijalankan dengan tata kelola yang baik.
Namun perkembangan dalam beberapa bulan belakangan memperlihatkan dampak yang bertolak belakang. Konflik yang muncul di internal organisasi serta berbagai polemik di ruang publik telah menciptakan kegaduhan yang tidak sehat bagi NU.
“Konflik yang timbul di internal dan munculnya berbagai polemik di ruang publik telah menimbulkan kegaduhan yang tidak sehat bagi NU,” ucapnya dalam keterangan resmi yang disampaikan Sabtu (6/12/2025).
Mengamati situasi yang terus berkembang, Kiai Said menyimpulkan bahwa keuntungan dari konsesi tersebut saat ini tidak lagi sepadan dengan potensi kerugian yang ditimbulkan terhadap organisasi. Perpecahan dan ketegangan yang terjadi dinilai lebih merugikan dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar PBNU mempertimbangkan untuk mengembalikan konsesi tambang kepada negara. Langkah ini dipandang sebagai solusi untuk mengakhiri konflik dan mengembalikan fokus organisasi pada fungsi utamanya sebagai jam’iyah keagamaan.
Kiai Said menegaskan bahwa kejayaan NU tidak bergantung pada pengelolaan tambang. Organisasi ini telah besar dan berjaya selama puluhan tahun tanpa harus mengelola sektor pertambangan. Kekuatan sejati NU terletak pada ilmu dan ketulusan para ulama dalam mengabdi kepada umat.
“Keberkahan NU datang dari ilmu dan ketulusan para ulama. NU tetap bisa berjaya walaupun tanpa mengelola tambang,” pungkas Kiai Aqil.
Pernyataan Kiai Said ini muncul di tengah konflik internal PBNU yang semakin memanas. Ketegangan bermula ketika Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan bahwa Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tidak lagi menjabat sejak 26 November 2025.
Konflik semakin meruncing ketika Gus Yahya mencopot Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan menggantinya dengan Amin Said Husni pada 28 November 2025. Langkah ini dilakukan meskipun secara de jure ia telah dinyatakan tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum.
Berbagai pihak menilai bahwa akar konflik di PBNU terkait dengan pengelolaan konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada organisasi keagamaan. Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah menyatakan bahwa pengelolaan tambang batubara terlalu kecil derajatnya untuk dijadikan sumber perpecahan organisasi sebesar NU.
Said Abdullah yang juga tumbuh dalam tradisi nahdliyah mengungkapkan keprihatinannya atas konflik terbuka yang melanda PBNU. Ia menilai konflik tersebut telah mencapai titik yang memalukan bagi organisasi dan harus segera diakhiri melalui islah atau rekonsiliasi.
“Saya begitu masygul mendengar kabar para masyayikh dan kiai yang duduk di jajaran PBNU berkonflik. Apalagi konflik itu menjadi berita terbuka di mana-mana, yang disertai dengan saling pecat-memecat satu sama lain,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian konflik dengan cara pecat-memecat akan menghasilkan zero sum game yang meninggalkan luka dan perpecahan permanen di tubuh NU. Akan ada martabat yang direndahkan dan perpecahan yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan keputusan organisasi.
“Dengan terpecahnya jajaran di PBNU, yang dirugikan adalah bangsa ini. Dunia mengakui bahwa NU adalah jangkar utama kekuatan Islam Indonesia, bersama dengan Muhammadiyah, untuk membangun umat,” tegasnya.
Said Abdullah mengingatkan bahwa jika konflik berlanjut, energi PBNU akan habis untuk mengurusi masalah internal. Padahal fokus utama seharusnya tertuju pada pelayanan kepada jam’iyah di tingkat bawah dan pengabdian kepada umat.
Oleh karena itu, ia memohon kepada para ulama dan kiai sepuh untuk turun tangan langsung menjadi jembatan perdamaian bagi pihak-pihak yang berkonflik. Para mustasyar PBNU, kiai sepuh, dan ahlul halli wal aqdi diminta berkenan untuk mewujudkan jalan islah.
Ia juga berharap para pendukung di kedua belah pihak dapat menahan diri dan tidak lagi membakar situasi melalui media massa maupun media sosial. Hal ini penting untuk menjaga semangat persatuan dan mencegah meluasnya medan konflik.
Para kiai sepuh Nahdlatul Ulama telah menggelar Forum Musyawarah Sesepuh NU di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri pada Minggu (30/11/2025). Pertemuan yang diprakarsai KH Anwar Manshur dari Ponpes Lirboyo dan KH Nurul Huda Djazuli dari Ponpes Ploso ini membahas konflik internal PBNU.
Forum dihadiri oleh sejumlah kiai sepuh secara langsung dan melalui daring, termasuk KH Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Siroj, KH Abdullah Kafabihi Mahrus, KH Abdul Hannan Ma’shum, KH Kholil As’ad, dan KH Ubaidillah Shodaqoh.
Juru bicara forum KH Abdul Muid menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi yang terjadi di lingkungan PBNU. Para kiai sepuh berharap agar segera terjadi islah demi kebaikan jam’iyyah dan umat.
Forum juga meminta agar semua pihak yang terlibat perselisihan tidak lagi menyampaikan pernyataan yang memperuncing keadaan melalui media. Segala bentuk pernyataan yang berpotensi memperuncing suasana hendaknya dihentikan demi menjaga kehormatan Nahdlatul Ulama.
Selain itu, Forum meminta seluruh pengurus struktur NU di daerah mulai dari PWNU, PCNU, hingga PCINU tetap fokus menjalankan tugas dan program masing-masing serta tidak terlibat dalam konflik di tingkat pusat. NU di daerah harus tetap berjalan normal dan tidak terpengaruh oleh dinamika internal PBNU.
Konsesi tambang untuk organisasi keagamaan termasuk NU sebenarnya sudah dijanjikan Presiden Jokowi sejak tahun 2021 pada acara pembukaan Muktamar NU ke-34 di Lampung. Saat itu, Jokowi menawarkan untuk membuatkan wadah berbentuk PT atau kelompok usaha dengan konsesi minerba.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyambut baik tawaran tersebut. Ia menyebut PBNU membutuhkan sumber pendapatan untuk membiayai organisasi dan melihat pengelolaan tambang sebagai peluang, dengan syarat tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
“Jika PBNU diberi konsesi di tengah permukiman tentu saja kami tidak mau, atau yang di situ ada klaim hak ulayat, tentu tidak bisa, tidak mau,” kata Gus Yahya di kantor PBNU pada Juni 2024.
Namun kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan warga NU sendiri. Sebagian menyayangkan sikap PBNU yang bersedia mengelola tambang karena dianggap bertentangan dengan prinsip menjaga lingkungan dan berpotensi merugikan masyarakat. Sebagian lain mendukung penuh dengan harapan mendatangkan kemaslahatan.
Yang menarik, pada tahun 2012 Lembaga Bahtsul Masail NU pernah memutuskan bahwa pengelolaan tambang hukumnya haram dilakukan oleh swasta. Kemudian pada 2024, PBNU justru menerima konsesi untuk mengelola tambang dari pemerintah.
Ironisnya, pada masa kepemimpinan KH Hasyim Muzadi, NU bersama Muhammadiyah pernah meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan segala jenis lembaga atau badan yang berkaitan dengan pengelolaan tambang karena dianggap menjadi gudang korupsi. MK kemudian membubarkan BP Migas.
Kini di hari ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama justru berkonflik karena pengelolaan tambang. Situasi yang sangat ironis mengingat organisasi ini pernah sangat menentang keterlibatan dalam sektor pertambangan.
Dengan usulan Kiai Said Aqil untuk mengembalikan konsesi tambang ke negara, diharapkan konflik internal PBNU dapat segera berakhir dan organisasi dapat kembali fokus pada fungsi utamanya sebagai jam’iyah keagamaan yang mengabdi kepada umat.
Jangan Lewatkan Update Terbaru!
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel