Hindari Bias Budaya, Wamenkomdigi Tekankan Urgensi Pengembangan AI Berbasis Pancasila

Ringkasan Penting
- Wamenkomdigi Nezar Patria soroti bias budaya pada platform AI buatan luar negeri yang banyak digunakan di Indonesia, karena dilatih dengan data dan nilai budaya negara pembuatnya sehingga sering tidak relevan dengan konteks lokal.
- Nezar tekankan pentingnya pengembangan AI berbasis Pancasila untuk mencapai kedaulatan teknologi, mendorong akademisi dan peneliti Indonesia mengembangkan riset AI yang mendatangkan manfaat nyata dan mendukung transformasi digital berkeadilan.
- Selain Large Language Model (LLM), Nezar dorong pengembangan Small Language Model (SLM) yang dilatih dengan data spesifik untuk memberikan jawaban lebih akurat di bidang tertentu seperti kebijakan publik, tanpa perlu penulisan prompt yang rumit.
, YOGYAKARTA – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyoroti persoalan bias budaya yang melekat pada platform kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) buatan luar negeri yang banyak digunakan masyarakat Indonesia. Platform-platform tersebut dikembangkan berdasarkan nilai dan konteks negara pembuatnya, sehingga sering kali tidak sesuai dengan realitas Indonesia.
Dalam acara Kagama-UGM Policy Dialogue 2025 di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu (13/12/2025), Nezar menjelaskan bahwa platform AI berbasis Large Language Model (LLM) yang populer di Indonesia dilatih menggunakan data dari negara asalnya. Akibatnya, hasil yang dihasilkan kadang tidak relevan dengan konteks lokal Indonesia.
“AI memiliki preferensi, cultural values (nilai budaya), yang dibawa dari lingkungannya, sehingga LLM yang dibentuk adalah refleksi dari pengetahuan yang relevan dengan budayanya, ketika mereka dipakai di tempat lain, ya enggak nyambung, banyak biasnya,” kata Nezar sebagaimana dikutip dalam keterangan pers Kementerian Komunikasi dan Digital di Jakarta pada Senin (15/12/2025).
Nezar menekankan pentingnya para ahli dan peneliti Indonesia mengembangkan platform kecerdasan buatan yang berbasis pada nilai-nilai dan budaya bangsa. Langkah ini diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan teknologi Indonesia di tengah dominasi platform AI global.
“Untuk mencapai sovereign (kedaulatan) AI dibutuhkan landasan nilai, norma dasar, contohnya kita punya Pancasila, saya kira ini menarik sekali untuk dikembangkan lebih lanjut,” katanya.
Menurutnya, kedaulatan AI tidak hanya soal kepemilikan teknologi, tetapi juga tentang memastikan bahwa teknologi tersebut mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara dapat menjadi fondasi etis dalam pengembangan AI yang sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia.
Nezar berharap para akademisi dan peneliti di dalam negeri dapat mengembangkan riset-riset tentang AI yang mendatangkan manfaat nyata bagi masyarakat. Riset tersebut juga diharapkan dapat mendukung tata kelola AI dan transformasi digital yang berkeadilan.
Wamenkomdigi menyampaikan bahwa industri AI global saat ini tengah berlomba-lomba menciptakan platform AI paling canggih yang mampu melakukan berbagai perintah. Platform berbasis LLM telah melahirkan banyak aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan, membuat karya audio-visual, hingga menyelesaikan berbagai macam permasalahan.
Di samping pengembangan LLM, Nezar juga mendorong pengembangan platform berbasis Small Language Model (SLM). Model ini memiliki karakteristik berbeda dengan LLM karena dilatih dengan data-data yang lebih spesifik sehingga lebih akurat dalam menjawab pertanyaan di bidang tertentu.
“SLM berbeda dengan LLM, karena SLM dilatih dengan data-data spesifik dan lebih akurat dalam menjawab pertanyaan di bidang tersebut,” kata Nezar.
Sebagai contoh, platform AI berbasis SLM dapat dilatih khusus menggunakan data-data kebijakan publik. Dengan demikian, pengguna dapat dengan mudah mendapatkan jawaban tentang persoalan kebijakan publik tanpa harus memikirkan cara penulisan prompt yang tepat agar mendapatkan informasi yang sesuai.
Pendekatan ini dinilai lebih efisien dan efektif untuk kebutuhan spesifik dibandingkan dengan platform LLM yang bersifat general purpose. SLM dapat dikustomisasi untuk berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, pemerintahan, hingga hukum dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.
Pernyataan Nezar ini sejalan dengan fokus Kementerian Komunikasi dan Digital yang tengah menyusun Peta Jalan AI dengan penekanan pada pedoman etika. Upaya ini bertujuan memastikan bahwa pengembangan dan pemanfaatan AI di Indonesia tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Isu bias budaya dalam AI memang telah menjadi perhatian global. Berbagai studi menunjukkan bahwa AI yang dilatih dengan data dari satu budaya tertentu cenderung menghasilkan output yang bias ketika digunakan dalam konteks budaya lain. Hal ini dapat berdampak pada berbagai aspek, mulai dari rekomendasi konten hingga pengambilan keputusan dalam sistem otomatis.
Dengan mendorong pengembangan AI berbasis nilai lokal, Indonesia berupaya membangun ekosistem teknologi yang tidak hanya berdaulat tetapi juga inklusif dan sesuai dengan keragaman budaya Nusantara. Langkah ini diharapkan dapat menjadi model bagi negara-negara berkembang lainnya dalam menghadapi tantangan dominasi teknologi global.
Jangan Lewatkan Update Terbaru!
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel