Rubrikasi

Informasi

Ikuti Kami

Tiga Dapur MBG di Ngawi Ditutup BGN Menyusul Insiden Keracunan Ratusan Siswa

N.F Mubarok
Bagikan:
Puluhan siswa SMKN 1 Sine mengalami keracunan setelah menyantap hidangan MBG (Doc. Istimewa).

Ringkasan Penting

  • BGN bekukan 3 SPPG di Ngawi (Sine, Kawu, Mantingan) setelah 200 siswa keracunan MBG, 13 masih dirawat dan 6 dalam observasi intensif.
  • Jumlah korban melonjak dari 66 menjadi 220 siswa dari 8 lembaga pendidikan, puluhan gagal ikut UAS karena harus jalani perawatan medis.
  • SPPG yang baru beroperasi 8 hari ternyata belum punya Sertifikat Laik Higienis Sanitasi dan ada komponen berstatus Tidak Memenuhi Syarat, sampel makanan dikirim ke Labfor Polda Jatim.

Resolusi.co, Pemerintah Kabupaten Ngawi mengonfirmasi tiga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi telah resmi dihentikan operasionalnya oleh Badan Gizi Nasional setelah terungkap kasus dugaan keracunan makanan yang menyerang ratusan pelajar di Kecamatan Mantingan. Langkah pembekuan ini diambil berdasarkan rekomendasi Tim Satuan Tugas Kabupaten yang menemukan berbagai pelanggaran dalam standar operasional penyajian makanan.

Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono, menyebutkan bahwa sekitar 200 anak sempat mengalami gejala keracunan makanan. Sebagian besar kondisi mereka telah membaik, namun 13 pelajar masih menjalani perawatan medis di dua puskesmas dan satu rumah sakit, dengan enam anak di antaranya masih dalam tahap observasi intensif.

“Dari 200-an itu kita lakukan penanganan. Sampai detik ini sudah berangsur membaik. Tinggal yang dirawat kurang lebih 13 anak,” ujar Ony dalam keterangannya.

Ony menjelaskan bahwa penghentian tiga SPPG dilakukan setelah Satgas Kabupaten melakukan evaluasi komprehensif terhadap kejadian tersebut. Pemeriksaan menemukan adanya ketidaksesuaian prosedur yang berpotensi membahayakan kesehatan penerima manfaat.

Wilayah Kabupaten Ngawi memiliki 36 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang menjalankan program menu bergizi gratis untuk institusi pendidikan. Regulasi terbaru dari BGN membatasi setiap SPPG untuk melayani maksimal 2.000 hingga 2.500 siswa guna memastikan kualitas penyajian.

“Dulu ada yang melayani sampai 3.000 lebih. Sekarang rata-rata maksimal 2.500 anak-anak,” jelas Ony mengenai pembatasan kapasitas layanan.

Ia menambahkan bahwa total penerima manfaat MBG di Ngawi mencapai sekitar 120.000 individu yang terdiri dari siswa, lansia, balita stunting, dan ibu hamil. Program ini menjadi salah satu prioritas pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat.

Kasus keracunan tercatat melibatkan siswa dari berbagai jenjang pendidikan di Kecamatan Mantingan. Jumlah korban terus bertambah dari laporan awal 66 orang menjadi 220 siswa, membuat puluhan pelajar terpaksa absen dalam pelaksanaan Ujian Akhir Semester karena harus mendapatkan perawatan medis.

Pada hari Jumat (5/12/2025), sejumlah sekolah di Kecamatan Mantingan terlihat sepi. Banyak bangku kelas kosong terutama di SD Negeri Mantingan 2, di mana masih ada belasan siswa yang belum bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Mereka mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi menu MBG pada hari Rabu (3/12/2025). Di sekolah tersebut, sebelumnya 53 dari total 106 siswa mengalami gejala serupa berupa mual, pusing, dan diare. Pihak sekolah berencana memberikan ujian susulan bagi siswa yang masih menjalani perawatan.

Peristiwa ini tercatat sebagai kejadian ketiga kasus dugaan keracunan MBG di Ngawi dalam kurun waktu singkat. Kondisi ini memaksa pemerintah daerah mengambil sikap tegas untuk mencegah terulangnya insiden serupa.

Tiga dapur pengolah MBG yakni SPPG Sine, SPPG Kawu, dan SPPG Mantingan telah dihentikan pengoperasiannya oleh BGN untuk proses evaluasi dan investigasi mendalam. Satgas MBG memastikan evaluasi menyeluruh akan dilakukan mulai dari kualitas menu dan bahan makanan, tingkat kebersihan dapur, standar Sertifikat Laik Higienis Sanitasi, serta kualitas air yang digunakan.

Di Puskesmas Mantingan, hingga Jumat pagi masih terdapat 35 pasien yang menjalani perawatan. Banyak di antaranya terpaksa dirawat di koridor puskesmas karena keterbatasan ruang rawat inap yang tersedia. Sementara itu, 17 pasien lainnya telah diperbolehkan pulang karena kondisi kesehatan mulai membaik.

Siti Miftah Mustofiyah, santriwati salah satu pondok pesantren, mengungkapkan bahwa sekitar 40 santriwati dari lembaganya dilarikan ke puskesmas untuk mendapatkan penanganan medis. Santri putra yang mengalami gejala serupa dirawat di pondok pesantren.

Dwi Wiji Lestari, guru SDN Mantingan 2, menerangkan bahwa di kelasnya terdapat 8 siswa yang tidak masuk pada hari itu. Total yang mengalami gejala keracunan di sekolah tersebut mencapai 53 siswa.

Kepala Puskesmas Mantingan, dr. Muh El Riza, menyampaikan bahwa kondisi pasien cenderung mengalami perbaikan. Jumlah yang masuk ke puskesmas mencapai 52 orang dengan 17 di antaranya sudah diperbolehkan pulang, meski masih ada pasien yang kembali masuk untuk kontrol.

Bahaudin, siswa kelas X SMK Muhammadiyah berusia 15 tahun, mengaku mulai merasakan gejala sekitar pukul 01.00 dini hari. Sebelumnya ia mengonsumsi menu MBG berupa nasi putih, sayur buncis, telur rebus, dan pisang pada siang hari.

Ia merasakan rasa telur rebus yang agak aneh namun tetap mengonsumsinya. Pada malam hari, ia langsung merasakan pusing dan mual yang membuatnya harus dibawa ke rumah sakit pada pagi harinya. Gejala serupa juga dialami puluhan teman sekolahnya, bahkan beberapa orang tua yang mengonsumsi sisa makanan anaknya ikut terdampak.

Data sementara menyebutkan korban berasal dari delapan lembaga pendidikan antara lain Pondok Pesantren Miftahul Jannah, Pondok Pesantren Ansorusunnah, SDN Mantingan 2, SDN Mantingan 3, SDN Mantingan 5, SD Muhammadiyah, TK Ansorusunnah, dan TK Mantingan 3.

Dinas Kesehatan telah mengambil sampel makanan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi Bintang Mantingan untuk dilakukan uji laboratorium guna mengetahui penyebab pasti dari insiden keracunan massal ini. Sampel muntahan siswa juga dikirimkan ke laboratorium forensik untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Ketua DPRD Kabupaten Ngawi, Yuwono Kartiko, mengungkap fakta bahwa SPPG yang baru beroperasi sekitar 8 hari tersebut belum mengantongi Sertifikat Laik Higienis Sanitasi. Selain itu, terdapat beberapa komponen yang masih berstatus Tidak Memenuhi Syarat.

Ia mendesak Badan Gizi Nasional untuk menaati aturan dan Standar Operasional Prosedur yang telah mereka susun sendiri. Jika SPPG belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seharusnya operasional ditunda hingga semua standar terpenuhi.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, Heri Nur Fahrudin, membenarkan bahwa SPPG Kawu belum mengantongi Sertifikat Laik Higienis Sanitasi. Data terbaru mencatat ada 94 siswa yang mengalami dugaan intoleransi makanan dan 93 di antaranya telah diperbolehkan pulang.

Polres Ngawi telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak sekolah dan membawa sampel sisa makanan ke Laboratorium Forensik Polda Jawa Timur untuk dianalisis lebih lanjut. Pihak kepolisian juga akan meminta keterangan dari pengelola SPPG terkait prosedur pengolahan makanan yang dilakukan.

Analisis sementara mengarah pada kesalahan prosedur penyajian, di mana makanan yang masih panas langsung dimasukkan ke wadah tertutup sehingga berpotensi memicu proses pembusukan. Namun hasil akhir masih menunggu konfirmasi dari uji laboratorium.

Kasus ini menjadi peringatan serius akan pentingnya pengawasan mutu makanan dalam program pemerintah. Indikasi kelalaian dalam standar operasional prosedur penyediaan pangan menjadi isu sentral yang harus segera dituntaskan untuk mencegah terulangnya insiden serupa.

📰

Jangan Lewatkan Update Terbaru!

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel