Rubrikasi

Informasi

Ikuti Kami

Kasus Profesor Hamline yang Dipecat karena Tampilkan Gambar Nabi: Konflik Budaya yang Belum Usai

EVITA R.
Oleh
Bagikan:
Dok. Istimewa.

Ringkasan Penting

  • Profesor Erika López Prater dipecat oleh Universitas Hamline pada 2023 setelah menampilkan gambar Nabi Muhammad SAW dalam kelas seni Islam, yang diprotes seorang mahasiswi Muslim sebagai tindakan Islamofobia.
  • Prater menggugat kampus atas tuduhan diskriminasi agama dan pencemaran nama baik; kasus berujung pada kesepakatan pada Juli 2024, namun detail penyelesaiannya dirahasiakan.
  • Universitas Hamline kemudian meninjau ulang keputusannya, setelah kritik publik dan penjelasan bahwa Prater telah memberi peringatan kepada mahasiswa serta mencantumkan materi tersebut dalam silabus.

Resolusi.co, Jakarta — Kontroversi pemecatan Profesor Erika López Prater dari Universitas Hamline, Minnesota, kembali mencuat ke ruang publik. Kasus yang bermula pada 2023 itu hingga kini masih menjadi perdebatan soal batas antara akademik, keyakinan keagamaan, dan sensitivitas budaya.

Prater dipecat setelah seorang mahasiswi Muslim memprotes penayangan gambar Nabi Muhammad SAW dalam kelas seni Islam. Peristiwa tersebut memicu gelombang kritik dan tudingan Islamofobia, yang membuat universitas mengambil langkah cepat untuk tidak memperpanjang kontrak sang profesor.

Tidak terima, Prater kemudian menggugat Universitas Hamline atas dasar diskriminasi agama dan pencemaran nama baik. Ia menilai label “Islamofobia” yang disematkan kepadanya telah merusak reputasi profesional dan masa depan akademiknya.

Pada Juli 2024, kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan. Namun CBS News melaporkan, rincian penyelesaian sengketa tersebut dirahasiakan dan tidak diungkap ke publik.

Kasus ini bermula pada Oktober 2023 ketika Prater menunjukkan lukisan Nabi Muhammad SAW dalam kelas Seni Global yang mengulas seni Islam. Aram Wedatalla, mahasiswi Muslim sekaligus presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim di kampus tersebut, mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk Islamofobia yang melukai perasaan komunitas Muslim.

Bagi umat Islam, penggambaran Nabi Muhammad merupakan larangan yang dipandang serius. Protes ini membuat pihak universitas segera mengambil tindakan keras dengan menghentikan kerja Prater.

Namun dalam gugatannya, Prater menyebut dirinya justru menjadi korban diskriminasi agama. Pengacaranya menegaskan universitas telah mengeluarkan label “Islamofobia yang tidak dapat disangkal”, sebuah cap yang dianggap akan membayangi karier akademik kliennya selamanya.

“Komentar tersebut telah menyebar secara global dan berpotensi membuat Dr. López Prater kehilangan peluang untuk mendapatkan posisi tetap di dunia akademik,” ujar pihak kuasa hukum.

Prater menyatakan, ia telah menginformasikan di silabus bahwa materi tersebut akan ditampilkan dan telah memberi peringatan kepada mahasiswa sebelum gambar itu diperlihatkan. Ia juga siap memberi alternatif bagi mahasiswa yang merasa tidak nyaman.

Di tengah tekanan publik dan kritik dari sejumlah akademisi, Universitas Hamline akhirnya meninjau ulang langkah yang mereka ambil. Presiden Universitas Fayneese Miller dan Ketua Dewan Pengawas Ellen Watters menyatakan kampus tengah mengevaluasi kembali keputusan terkait insiden tersebut.

Kasus ini menjadi salah satu contoh paling menonjol tentang benturan antara kebebasan akademik dan sensitivitas keagamaan di kampus-kampus Amerika, yang hingga kini belum menemukan garis batas yang benar-benar disepakati.

📰

Jangan Lewatkan Update Terbaru!

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel