Pemerintah Hapus Batas Minimum Pidana Pengguna Narkoba, ini alasannya!

Ringkasan Penting
- Pemerintah menghapus batas minimum pidana 4 tahun bagi pengguna narkoba dalam RUU Penyesuaian Pidana karena lapas sudah over kapasitas dan hukuman tersebut dinilai tidak proporsional.
- RUU Penyesuaian Pidana menjadi jalan pintas untuk mengisi kekosongan hukum, mengingat RUU Narkotika belum dibahas dan KUHP baru hanya memuat 16 pasal terkait narkotika.
- Pasal narkotika akan dimasukkan kembali dalam RUU Penyesuaian Pidana, dengan perubahan utama pada penghapusan minimum khusus bagi pengguna, sementara unsur delik tetap sama dengan UU Narkotika yang berlaku.
, Jakarta – Pemerintah akhirnya mengusulkan penghapusan batas minimum pidana penjara bagi tersangka pengguna narkoba dalam RUU Penyesuaian Pidana. Langkah ini dinilai sebagai solusi cepat atas kondisi lapas dan rutan yang kian sesak, mayoritas dihuni oleh para pengguna narkotika.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, dalam rapat lanjutan bersama Komisi III DPR, Selasa (2/12), menegaskan bahwa aturan minimum khusus empat tahun penjara bagi pengguna narkotika sudah tidak relevan. Kondisi overcrowding membuat negara justru menanggung beban besar tanpa menyelesaikan akar persoalan.
“Bayangkan seseorang membawa 0,1 gram langsung kena empat tahun. Empat tahun itu negara membiayai makan dan kebutuhan mereka. Ini tidak lagi proporsional,” ujar Eddy.
Ia menjelaskan, Pasal 127 UU 35/2009 tentang Narkotika mengunci hakim pada minimum pidana empat tahun, sehingga tidak bisa menjatuhkan hukuman di bawah batas itu. Alhasil, ruang lapas dipenuhi oleh pengguna yang semestinya bisa diarahkan pada rehabilitasi, bukan pemidanaan jangka panjang.
Menurut Eddy, konsep minimum khusus seharusnya hanya diterapkan pada kejahatan luar biasa seperti pelanggaran HAM berat dan terorisme. “Secara teori, indeterminate sentence itu sangat selektif. Bukan untuk pengguna narkoba,” ucapnya.
RUU Penyesuaian Pidana Jadi Jalan Pintas
Dalam kesempatan yang sama, pemerintah bersama DPR sepakat bahwa sejumlah ketentuan terkait pidana narkotika perlu dimasukkan dalam RUU Penyesuaian Pidana. Sebab, RUU Narkotika yang seharusnya menjadi payung hukum utama belum dibahas hingga kini.
Eddy menjelaskan, KUHP baru Nomor 1 Tahun 2023 hanya memuat 16 pasal terkait narkotika. Jumlah itu dianggap tidak memadai karena saat penyusunannya pemerintah dan DPR berencana menyempurnakannya lewat RUU Narkotika. Namun pembahasan RUU tersebut molor hingga diperkirakan baru berjalan pada 2026.
“Harapan kami, UU Narkotika baru selesai sebelum KUHP berlaku. Tapi kenyataannya berbeda. Maka RUU Penyesuaian Pidana menjadi jalan pintas agar tidak terjadi kekosongan hukum,” kata Eddy.
Lewat mekanisme tersebut, pasal-pasal yang sebelumnya dicabut dari KUHP akan dimasukkan kembali dalam RUU Penyesuaian Pidana. Dengan begitu, pengaturan narkotika tetap memiliki dasar hukum yang utuh hingga pembahasan resmi dilakukan.
Eddy mengatakan belum bisa mengungkap bunyi pasal baru secara rinci. Namun ia memastikan satu hal: batas minimum pidana khusus akan dihapus untuk pengguna, sementara unsur delik bagi tindak pidana narkotika tetap sama dengan UU yang berlaku saat ini.
“Unsur deliknya tidak berubah. Yang berubah hanya istilah ‘minimum khusus’ menjadi ‘khusus pengguna’. Selebihnya tetap,” tegasnya.
Jangan Lewatkan Update Terbaru!
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan WhatsApp Channel